Bahaya Sihir
Bahaya Sihir adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 3 Jumadil Akhir 1447 H / 24 November 2025 M.
Kajian Tentang Bahaya Sihir
Pada pembahasan sebelumnya, telah ditegaskan bahwa seseorang yang meninggalkan sesuatu yang bermanfaat akan terjebak pada hal yang kurang atau tidak bermanfaat.
Syaikh Nashir As-Sa’di Rahimahullahu Ta’ala berkata bahwa di antara ketetapan takdir dan hikmah Ilahiah, orang yang meninggalkan (sesuatu) yang bermanfaat, tidak mau mengambil manfaat darinya, maka ia diuji dengan menyibukkan diri pada sesuatu yang memudaratkan.
Berikut beberapa contoh akibat meninggalkan manfaat:
- Orang yang tidak menyembah Allah ‘Azza wa Jalla akan jatuh kepada kesyirikan dan menyembah berhala atau selain-Nya.
- Orang yang tidak mencintai Allah, tidak takut kepada-Nya, dan tidak mengharapkan karunia-Nya, ia akan mencintai, takut, dan berharap kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Orang yang tidak menginfakkan hartanya dalam ketaatan kepada Allah, ia akan menginfakkannya di jalan setan. Banyak orang kaya yang tidak menggunakan hartanya dengan benar.
- Orang yang tidak merendahkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla, ia akan merendahkan diri kepada sesama hamba Allah yang lemah.
- Orang yang meninggalkan kebenaran akan mengambil kebatilan.
Kerusakan Akibat Sihir
Di antara kerusakan yang ditimbulkan oleh sihir, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
…فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ…
“Maka, mereka mempelajari dari kedua malaikat itu (ilmu sihir) yang dapat memisahkan antara seseorang (suami) dengan pasangannya (istri).” (QS. Al-Baqarah [2]: 102)
Ayat ini menjelaskan bahwa sihir dapat digunakan untuk menceraikan suami dan istri. Padahal, kecintaan antara suami dan istri tidak dapat dibandingkan dengan kecintaan apa pun, karena merupakan ikatan suci. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang ikatan pernikahan:
وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang (mawaddah dan rahmah).” (QS. Ar-Rūm [30]: 21)
Cinta dan kasih sayang yang suci ini ada dalam pernikahan, namun setan berusaha memisahkan pasangan suami istri. Hal ini dikuatkan oleh hadits ketika Iblis mengirim bala tentaranya. Iblis mendekatkan dan memuji anak buahnya yang berhasil menceraikan pasangan suami istri. Salah satu cara pemisahan itu adalah melalui sihir, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.
Syekh Nashir As-Sa’di Rahimahullahu Ta’ala menyebutkan bahwa di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa sihir adalah sebuah hakikat yang nyata (haqiqah), dan sihir dapat menimbulkan bahaya atau memudaratkan, namun semuanya terjadi dengan izin dari Allah (biidznillah).
Ilmu Sihir Murni Kemudaratan
Ilmu tentang sihir murni adalah kemudaratan dan tidak ada manfaatnya sama sekali.
Para ulama menegaskan bahwa ilmu sihir itu murni menimbulkan bahaya, tanpa ada sedikit pun manfaat, baik dari sisi agama maupun sisi dunia. Hal ini berbeda dengan sebagian maksiat lain yang mungkin mengandung sebagian kecil manfaat duniawi, meskipun dosanya jauh lebih besar. Namun, sihir sama sekali tidak memiliki manfaat.
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala membicarakan tentang khamar (minuman keras) dan judi, Allah menyebutkan di dalam Al-Qur’an:
…قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ…
“Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan ada pula beberapa manfaat bagi manusia.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 219)
Ayat ini menunjukkan bahwa meskipun khamar dan judi mengandung dosa besar, Allah Subhanahu wa Ta’ala masih menyebutkan adanya sebagian manfaat (duniawi) bagi manusia.
Hal ini berbeda sekali dengan sihir. Syaikh Nāshir As-Sa’di Rahimahullahu Ta’ala menegaskan bahwa sihir adalah mudarat murni. Allah ‘Azza wa Jalla sama sekali tidak menyebutkan adanya manfaat sihir, baik dari sisi agama maupun dunia.
Oleh karena itu, sangat aneh jika ada orang, terutama anak muda, yang tertarik untuk mempelajari sihir, padahal tidak ada dorongan yang benar untuk mempelajarinya.
Ancaman Bagi Pelaku Sihir
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang yang condong kepada sihir (seperti orang-orang Yahudi):
…وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah dengan sihir) itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat. Dan sungguh amat buruklah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka tahu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 102)
Kata “membeli” di sini bermakna mencintai dan memilih sihir, seperti pembeli yang sangat menyukai barang yang akan dibelinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam bahwa orang yang seperti ini, yang mempelajari sihir, tidak akan mendapatkan bagian apa pun di akhirat kelak. Hal ini karena sihir adalah mudarat mutlak dan mendatangkan siksa dari Allah.
Perbuatan mereka (melakukan sihir) itu bukan didasari kebodohan, melainkan didorong oleh keinginan mereka yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada akhirat.
Syaikh Nashir As-Sa’di menjelaskan bahwa kata “kalau mereka tahu” maksudnya adalah ilmu yang menghasilkan amal saleh, sehingga mereka akan meninggalkan sihir. Namun, karena mereka lebih mendahulukan dunia daripada akhirat, mereka tetap melakukannya.
Akan tetapi, ketika iman telah masuk ke dalam hati seseorang, ia akan mengutamakan akhirat dibandingkan dunia. Hal ini terlihat jelas pada kisah tukang sihir di masa Nabi Musa ‘Alaihis Salam.
Para tukang sihir tersebut telah mempelajari sihir sejak kecil dan ilmu itu mendarah daging dalam diri mereka. Saat Nabi Musa ‘Alaihis Salām ditantang oleh Firaun untuk berhadapan dengan ribuan tukang sihir ulung di lapangan terbuka pada waktu dhuha, pertempuran iman dan sihir pun terjadi.
Ketika para tukang sihir melemparkan tongkat-tongkat dan tali-tali mereka, hal itu menimbulkan ketakutan luar biasa pada orang-orang yang hadir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Musa ‘Alaihis Salam untuk melemparkan tongkatnya. Tongkat itu melahap habis semua benda yang dilempar oleh para tukang sihir.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan hakikat sihir mereka dalam surah Ṭāhā:
يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِن سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ
“Tiba-tiba terbayanglah olehnya (Musa) seolah-olah, karena sihir mereka, tali-tali dan tongkat-tongkat itu bergerak cepat.” (QS. Thaha [20]: 66)
Ayat ini menegaskan bahwa sihir para tukang sihir itu hanyalah khayalan, yang membuat benda-benda tersebut terlihat seperti bergerak, tetapi sesungguhnya benda-benda itu tidak benar-benar berubah menjadi ular.
Hal ini berbeda dengan tongkat Nabi Musa ‘Alaihis Salām. Ketika Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan Nabi Musa untuk melemparkan tongkatnya, yang sebelumnya telah dideskripsikan oleh Musa sebagai sandaran dan alat untuk keperluan lainnya, maka Allah berfirman:
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَىٰ
“Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi ular yang merayap dengan cepat.” (QS. Tha Ha[20]: 20)
Kata hiyya (kembali ke tongkat) yang menjadi hayyatun (ular) menunjukkan bahwa tongkat itu benar-benar menjadi ular hidup, bukan sekadar khayalan. Dengan demikian, mukjizat adalah kenyataan, sedangkan sihir adalah khayalan.
Prioritas Akhirat
Para tukang sihir itu datang untuk berperang melawan Nabi Musa dengan harapan mendapatkan upah dari Firaun.
قَالُوا إِنَّ لَنَا لَأَجْرًا إِن كُنَّا نَحْنُ الْغَالِبِينَ
“Mereka berkata, ‘(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah jika kami adalah orang-orang yang menang?’” (QS. Al-A’raf [7]: 113)
Sihir didorong oleh harapan duniawi. Namun, ketika mukjizat Nabi Musa ‘Alaihis Salam terlihat jelas di hadapan mereka dan iman masuk ke dalam hati, ribuan tukang sihir itu langsung bersujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa ragu, tanpa menunggu perintah dari Firaun, dan tanpa menoleh kepadanya.
قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَىٰ
“Mereka berkata, ‘Kami beriman kepada Tuhan Harun dan Musa.’” (QS. Thaha [20]: 70)
Awalnya mereka mengharapkan dunia, tetapi setelah iman merasuk, mereka menjadi siap menghadapi ancaman kematian. Firaun pun mengancam untuk membunuh dan menyalib mereka, tetapi mereka dengan teguh menerima ancaman tersebut.
Iman yang merasuk ke dalam hati dapat mengubah seseorang secara total. Ketika seseorang memahami hakikat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirat, kematian pun sanggup dihadapinya, karena dunia tidak ada artinya. Oleh karena itu, jangan heran jika seseorang yang mempelajari agama dengan sungguh-sungguh, imannya menguat, ia yakin kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takut akan ancaman-Nya, dan mengharapkan surga.
Ketika iman telah merasuk ke dalam hati, pandangan hidup seseorang akan berubah secara total. Dalam mencari rezeki, ia akan memilah mana yang halal dan mana yang haram.
Bagi orang yang belum memahami ajaran agama, mungkin terasa aneh melihat seseorang dengan mudah meninggalkan pekerjaan yang mapan atau bergaji tinggi, padahal pekerjaan itu dianggap sebagai puncak karier dan banyak diperebutkan. Misalnya, ia meninggalkan pekerjaan yang berkaitan dengan riba. Ia meninggalkannya karena semata-mata mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagi orang yang beriman, hal itu tidak aneh, namun bagi yang belum paham, tindakan tersebut terlihat mengherankan.
Perubahan mendasar ini juga terjadi pada para tukang sihir di masa Nabi Musa ‘Alaihis Salam. Pada awalnya, mereka yang lebih menyukai dunia kini menjadi pribadi yang siap mati demi mempertahankan iman.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55826-bahaya-sihir/